Benda Budaya Kutai di Museum Tenggarong

Benda Budaya Kutai di Museum Tenggarong


Perhiasan Kerajaan Kutai yang disimpan oleh Pemerintah Provinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Timur di Samarinda ialah :

1. Kalung Ciwa.
Kalung yang terbuat dari emas ini diketemukan oleh penduduk disekitar Danau Lipan, Kecamatan Muara Kaman, pada zaman pemerintahan Sultan Muhammad Sulaiman, yang memerintah antara tahun 1850 - 1899. Oleh penduduk kalung ini diserahkan kepada sultan, yang kemudian dijadikan perhiasan kerajaan, dipakai oleh sultan pada waktu diadakan Erau (pesta adat), yang diadakan tiap tahun pada tanggal dan bulan sultan dinobatkan sebagai sultan Kutai Kartanegara Ing Martadipura. 

2. Kalung Uncal.
Kalung Uncal ini merupakan atribut dari kerajaan Mulawarman, di pakai oleh Raja dan Sultan Kutai, setelah kerajaan Mulawarman disatukan dengan kerajaan Kutai. Menurut sejarah India, Kalung Uncal ini kemungkinan berasal dari India, sebab :
  • Kalung ini, dalam logat bahasa India (Unchele), didunia hanya ada 2 buah (sepasang), yakni satu untuk lelaki dan satu untuk perempuan.
  • Kalung Uncal untuk perempuan, adalah kalungnya Puteri Dewi Sinta. Kalung Uncal yang sekarang ini ada ditangan pemerintah India, hanya satu sedangkan yang satunya tidak diketahui keberadaannya ada dimana.
  • Menurut keterangan salah seorang datu India, yang pernah berkunjung ke Tenggarong sekitar tahun 1945, Kalung Uncal yang ada didaerah Kutai Lama ini, bentuk dan rupanya sama dengan yang ada di India, ada kemungkinan, Raja Mulawarman Nala Dewa adalah salah seorang keturunan dari raja-raja di India, kemudian membawa kalung Uncal itu hingga sampai ke tenggarong.
3. Kura-Kura Emas.
Menurut riwayat, dahulu rombongan perahu dari bangsa Cina, yang dikepalai oleh seorang pangeran pernah datang ketenggarong, tujuannya adalah hendak memperistri salah seorang puteri raja yang bernama Aji Bidara Putih, lamaran diterima, kemudian pangeran itu menghantarkan barang-barang sebagai tanda yang berupa perhiasan yang terbuat dari Emas dan Intan termasuk juga kura-kura yang terbuat dari emas tersebut.

4, Tali Juwita.
Tali Juwita, adalah simbol dari sungai Mahakam yang mempunyai muara sungai sebanyak 7 buah dan 3 anak sungai, yaitu :
  • Sungai Kelinjau.
  • Sungai Belayan.
  • Sungai Kedang Pahu.
Tali Juwita ini terbuat dari benang yang banyaknya 3 x 7 helai, lalu dikuningkan dengan kunyit untuk kemudian di pakai berpelas, ketika upacara adat diadakan.
Adapun Benda-benda budaya yang hingga saat ini masih tersimpan didalam Museum Mulawarman, ialah :

Keris Burit Kang.
Keris ini asalnya adalah cucuk konde, dari Aji Puteri Karang Melenu. Menurut legendanya Aji Puteri Karang Melenu ditemukan didalam sebuah gong, bersama dengan Keris Burit Kang dan haur kuning bertiang 16, disebuah balai, terletak diatas tanduk seekor binatang yang muncul diperairan Kutai Lama, binatang tersebut yaitu : Lembu Suana. Lembu Suana mempunyai belalai seperti gajah, bertaji seperti ayam, bersayap seperti burung, bertanduk seperti lembu dan bersisik seperti naga.

Kelambu Kuning.
Kelambu kuning, menurut kepercayaan orang-orang tua, adalah untuk menyimpan benda-benda tua yang mengandung magis, seperti :
  • Kelengkang Besi. Pada suatu hari ketika terjadi hujan panas, petinggi yang tinggal disungai Bengkalang (Kecamatan Long Iram) bernama Sangkareak, mendengar suara anak kecil yang sedang menangis, kemudian ia pun mencarinya dan menemukan seorang bayi didalam suatu wadah (tempat). Tempat itulah yang disebut Kelangkang besi (kuning). Oleh petinggi, anak (bayi) tersebut dibawanya pulang bersama dengan kelangkang besinya.
  • Tajau (Guci/Molo). Tajau atau Tempayan ini bernama Majan, yang dipakai untuk mengambil air waktu awal (permulaan) memandikan Aji Batara Dewa Sakti (raja pertama dari kerajaan Kutai Kartanegara : 1300 - 1325).
  • Gong Raden Galuh (Gong Maharaja Pati). Tempat Aji Puteri Karang Melenu bersama Keris Burit Kang ditemukan. Aji Puteri Karang Melenu, adalah permaisuri dari Aji Batara Agung Dewa Sakti. Gong besar ini dinamai Gong Maharaja Pati.
  • Gong Bende (Canang Ponograh). Gong kecil ini dipukul/ dipalu atau ditabuh bilamana ada sesuatu peraturan yang akan disiarkan, atau jika ada serangan musuh atau juga jika ada orang yang mengamuk dalam kota.
  • Arca Singa Noleh. Arca Singa Noleh, pada mulanya adalah seekor binatang hidup yang sedang memakan beras lempukut, yang baru ditumbuk oleh seorang wanita. Wanita ini kemudian menjadi marah dan binatang tersebut jatuh, terus menjadi pegawai (Batu Bercampur porselin) sebagaimana keadaannya sekarang yang dapat kita lihat di mesium.
  • Keliau Aji Siti Berawan. Keliau atau perisai ini, adalah yang selalu dipakai oleh Aji Siti Berawan, keluarga dari sultan Kutai Kartanegara. Aji Siti Berawan, pahlawan wanita yang selalu mempertahankan kerajaan dari serangan musuh, mandau yang di pakainya dinamakan Mandau Piatu.
  • Sangkoh Piatu. Sangkoh (lembing) ini dipakai pada waktu upacara Erau dan diikatkan pada tali Juwita dan Kain Cinde.
  • Sangkoh Buntut Yupa. Lembing ini penjelmaan dari seekor ular yang ditemukan diujung pulau Yupa, oleh seorang penduduk kampung sekitar pulau tersebut.
Juga di mesium Mulawarman, terdapat koleksi barang yang menjadi data akan masa lampau, diantaranya adalah :
  • Benda-benda keramik buatan Tiongkok, dari berbagai dinasti yang menyatakan tentang hubungan perdagangan antara Kutai dan Cina.
  • Tombak-tombak tua dari Kerajaan Majapahit, yang menyatakan bahwa adanya hubungan sejarah antara Kerajaan Kutai dengan Kerajaan Majapahit.
  • Seperangkat Gamelan Gajah Prawoto, topeng, keris, pangkon, benda kramik dari perak dan kuningan serta wyang kulit, kesemuanya memperlihatkan akan adanya hubungan kebudayaan dengan kerajaan-kerajaan di Jawa (dimulai pada zaman Majapahit).
  • Setinggil (Singgasana), baik yang dipakai pada zaman Sultan AM Sulaiman, maupun yang di pakai pada zaman Sultan AM Parekesit, Payung umbul-umbul, Genta (tempat peraduan penganten di keraton) kesemuanya itu merupakan benda-benda yang mengingatkan kepada kita akan masa jayanya kerajaan Kutai di masa silam.
  • Meriam Sapu Jagat dan Meriam Gentar Bumi. Meriam ini di pakai A, Keji Pati Jaya Prana gelar Pangeran Sinun Panji Mendapa, menyerang Muara Kaman, yang dianggap mempunyai kekuatan daya sakti.
  • Meriam Aji Entong (Latetong). Meriam ini buatan VOC, sesuai dengan tulisan yang terdapat pada Meriam tersebut. Aji Entong adalah bangsawan Bugis, peranakan Kutai, anak dari Pangeran Mangku Bumi saudara kandung dari Alm Aji Muhammad Salehuddin, yang di beri hak tinggal di daerah Muara, dengan kedudukan di Terantang, Kecamatan Anggana, dengan tugas, menjaga musuh yang datang melalui Muara atau laut dengan dipersenjatai Meriam tersebut. Tahun 1932 seorang cucu pangeran Manku bumi A. Kanjo gelar Aji Mas Putera, mengembalikan meriam itu ke keraton Tenggarong, kepada Aji Muhammad Parekesit (Karena tugas menjaga muara itu tidak perlu lagi).
  • Meriam Seri Gunung. Meriam Seri Gunung inilah yang di pakai oleh Awang Long, gelar Pangeran Senopati, buat menembak kapal perang bangsa Inggris dan Belanda, pada tahun 1844, yang datang menyerang Tenggarong.
  • Patung Blontang. Patung ini hanya dibuat dan dikenal oleh beberapa suku pedalaman, yaitu suku Dayak Benuaq dan suku Dayak Tunjung, terbuat dari bahan kayu ulin yang di pahat berbentuk manusia, serta dihiasi dengan ukiran-ukiran sesuai selera dan keahlian pemahatnya, patung ini lazimnya dikatakan oleh mereka sebagai patung orang mati (patung Kuangkai) karena dipergunakan dalam upacara adat Kuangkai (Upacara pemindahan tulang dari selong atau Lungun ketempat lain, Templak, Klereng atau Taloh). Pada upacara adat tersebut diatas, Patung Blontang hanya berfungsi sebagai tempat mengikat hewan kerbau yang akan di korbankan. kerbau dibununh sedikit demi sedikit dengan mempergunakan tombak hingga pada akhirnya disembeleh. Darahnya diambil dan dipelaskan pada tempat atau wadah menyimpan tulang. adapun maksud, pembunuhan kerbau itu, menurut kepercayaan diantaranya adalah sebagai penebus dosa almarhum semasa masih hidup, juga kelak akan dipergunakan simati sebagai teman tunggangan sewaktu menuju ketempat peristirahatan terakhirnya yang disebut Gunung Lumut.
  • Patung Ngugu Tahun. Patung ini juga hanya dikenal oleh Suku Dayak Benuaq dan Tunjung, terbuat dari kayu ulin yang di pahat berbentuk manusia. Patung Ngugu Tahun ini pada waktu meletakkan (menancapkannya) selalu menghadap ke matahari terbenam. Dalam upacara adat, Ngugu Tahun atau pelas tahun, umumnya binatang yang di bunuh adalah babi, anjing dan ayam dalam jumlah yang banyak, kemudian darahnya dipelaskan untuk keselamatan negeri, dengan maksud agar jin-jin atau saytan penghuni kampung tidak mengganggu mereka, juga kepada tanaman-tanaman. Dalam upacara ini juga dilaksanakan pengobatan-pengobatan kepada penduduk yang sakit.
  • Patung Balai/Belian. Patung ini berasal dari suku Dayak Benuaq dan Tunjung yang dibentuk kecil-kecil, panjang setinggi 1,5 meter, terbuat dari kayu ulin berbentuk manusia dan ditata sedemikian rupa dan khusus, dibuatkan tempat sesajen untuk situkang belian.
  • Patung Balai Joata. Patung ini digunakan sewaktu upacara adat belian untuk anak-anak yang belum pernah menginjakkan kakinya ketanah dan mandi disungai, setelah dilakukan upacara adat ini barulah sianak tadi diperkenankan untuk turun ketanah dan mandi kesungai. Pada waktu upacara adat ini dilakukan pembunuhan binatang babi yang berwarna putih dan ayam yang bulunya putih juga.
  • Patung Balai Nayuk. digunakan sewaktu upacara adat belian pelas tahun, untuk memberi makan penjaga-penjaga kampung atau negeri (Jin dan hantu-hantu yang selalu mengganggu mereka) pada upacara ini diadakan pembunuhan babi biasa dan ayam yang berbulu merah, dalam kesempatan ini pula diadakan pengobatan kepada yang sakit.

Author :

"BALIKPAPAN PUSTAKA". Pangkalan Data dan Informasi - memperkenalkan Potensi dan Pesona Kota Balikpapan dimata dunia. Dengan merujuk pada aspek Geografi, Geopolitik (Negara), wilayah Administratib (Pemerintah daerah) serta konten lain seputar Kota Balikpapan. Saat ini Anda baru saja membaca artikel berjudul : Benda Budaya Kutai di Museum Tenggarong.
Share Artikel

Artikel Terkait