Upacara Erau Kaltim (1)

Upacara Erau Kaltim (1)

ISTILAH ERAU

Asal katanya dalam bahasa daerah Kutai "eroh", yang artinya : ramai, riuh, rebut, suasana yang penuh suka cita. Suasana yang ramai, riuh tersebut dalam arti banyaknya kegiatan kelompok orang yang mempunyai hajat dan mengandung makna, baik yang bersifat sakral, ritual maupun yang bersifat hiburan kegembiraan.

RIWAYAT SINGKAT ERAU.

Menurut legenda rakyat Kutai, disebuah dusun bernama Jaitan Layar, bermukim sebuah gunung seorang petinggi bersama istrinya. Puluhan tahun mereka hidup sebagai suami istri, namun dewa tidak menganugerahkan seorang anak pun sebagai penyambung keturunannya. Suatu malam, kedua orang tua ini dikejutkan oleh suara di luar rumah yang gegap gempita dan malam yang tadinya gelap gulita berubah menjadi terang benderang. Kemudian petinggi, memberanikan diri keluar rumah untuk melihat keadaan sebenarnya. Alangkah terkejutnya ia, karena dihalaman rumahnya di jumpai sebuah batu raga mas dan didalamnya terdapat seorang bayi yang diselimuti kain berwarna kuning, di tangan kanannya menggenggam sebutir telur ayam dan di tangan kirinya memegang sebilah keris mas. Petinggi tersebut lebih terkejut lagi, setelah di lihatnya tujuh dewa berdiri dihadapannya dan diantaranya berucap :

"Berterima kasihlah kamu, karena do'amu dikabulkan untuk mendapatkan anak. Bayi ini adalah keturunan dewa-dewa di khayangan, karenanya tidak boleh di sia-siakan pemeliharaannya, jangan dipelihara sebagai anak manusia biasa, bilamana engkau akan memandikan anak ini, janganlah dengan air biasa, akan tetapi dengan air yang diberi bunga-bunga wangi dan apabila anakmu sudah besar, janganlah ia menginjak tanah sebelum diadakan erau (pesta), dimana pada waktu itu, kaki anakmu ini harus di injakkan pada kepala manusia yang masih hidup dan pada kepala manusia yang sudah mati. Dan selain itu, kaki anakmu ini di injakkan pula pada kepala kerbau hidup dan kepada kerbau yang mati, demikian pula, bila anak ini untuk pertama kali ingin mandi ke tepian, maka hendaklah terlebih dahulu diadakan upacara erau (pesta) sebagaimana pada upacara tijak tanah."

Semua petunjuk dewa tersebut dilaksanakan oleh petinggi Jaitan Layar dan isterinya. Setelah tiga hari tiga malam, maka tanggallah (putus) tali pusat bayi itu. Maka semua penduduk Jaitan Layar bergembira, dengan menembakkan Meriam Sapu Jagat, sebanyak tujuh kali. Selama 40 hari dan 40 malam bayi itu di pangku secara silih berganti dengan hati-hati.

Sesuai dengan petunjuk Dewa, maka anak tersebut di beri nama Aji Batara Agung Dewa Sakti. Pada waktu Aji Batara Agung Dewa Sakti berusia lima tahun, maka sukarlah di ditahan untuk bermain-main di dalam rumah saja. Ia ingin bermain-main di halaman rumah dan di alam bebas dan mandi di tepian. Maka petinggi Jaitan Layar mempersiapkan upacara tijak tanah dan upacara erau mengantar sang anak mandi ketepian untuk pertama kalinya. 40 hari, 40 malam diadakan pesta erau, dimana disediakan makanan dan minuman untuk penduduk. Gamelan Gajah Perwata siang malam ditabuh, membawa suasana bertambah meriah. Berbagai ragam permainan ketangkasan di pertunjukkan silih berganti.

Demikian, sekilas riwayat singkat, untuk pertama kalinya di lakukan upacara erau pada upacara tijak tanah dan mandi ke tepian yang di lakukan oleh penduduk Jaitan Layar kepada Aji Batara Agung Dewa Sakti yang kemudian akan menjadi cikal bakal ketentuan Raja-raja Kutai Kartanegara Ing Marta Dipura.

UPACARA ERAU DALAM PENGEMBANGANNYA

Sebagaimana seperti yang telah diceritakan diatas, Erau pertama kali dilaksanakan, yaitu pada upacara tijak tanah dan mandi ke tepian ketika Aji Batara Agung Dewa Sakti berusia 5 tahun, setelah Ia dewasa dan diangkat oleh masyarakat Jaitan Layar sebagai Raja Kutai Kartanegara Ing Marta Dipura yang pertama (1300 - 1325), juga diadakan upacara erau. Sejak saat itulah selalu diadakan setiap terjadi pergantian atau penobatan Raja-raja Kutai Kartanegara.

Dalam perkembangannya, upacara adat erau selain upacara penobatan Raja/Sultan, juga dalam kesempatan tersebut, Raja/Sultan akan memberikan gelar kepada tokoh, pemuka masyarakat yang dianggap berjasa terhadap pemerintahan Kerajaan/Kesultanan.

Upacara Adat Erau, pelaksanaannya dilakukan oleh kerabat keraton/Istana dengan mengundang seluruh tokoh pemuka masyarakat yang mengabdi kepada Kerajaan. Mereka datang dari berbagai pelosok wilayah kekuasaan kerajaan dengan membawa bekal bahan makanan, ternak, buah-buahan dan tidak ketinggalan pula para artis seniman dan seniwati. Dalam upacara Adat Erau, Raja/Sultan serta kerabat keraton lainnya memberikan jamuan makan kepada rakyat dengan memberikan pelayanan sebaik-baiknya, sebagai tanda terima kasih Raja/Sultan atas pengabdian rakyatnya.

Setelah berakhirnya masa pemerintahan Kerajaan/Kesultanan Kutai Kartanegara, Kutai menjadi daerah otonomi, tradisi erau tetap dipelihara dan ingin dilestarikan sebagai warisan budaya bangsa yang disesuaikan dengan alam pikiran dan pembangunan berdasarkan norma-norma Pancasila. kini Erau menjadi kegiatan rutin Pemerintah Kabupaten Kutai, sebagai pesta rakyat, festival budaya dalam rangka memperingati Hari jadi Kota Tenggarong sebagai pusat Pemerintah di Kabupaten Kutai Kartanegara.

TATA CARA ADAT ERAU

Tata cara adat Erau, adalah sebagai berikut :
  1. Menjamu Benua
  2. Mendirikan Ayu
  3. Bebelian
  4. Joget Dewa
  5. Beganjur
  6. Bepalas
  7. Seluang Mudik
  8. Merebahkan Ayu
  9. Mengulur Naga dan Belimbur
  10. Syukuran.

Author :

"BALIKPAPAN PUSTAKA". Pangkalan Data dan Informasi - memperkenalkan Potensi dan Pesona Kota Balikpapan dimata dunia. Dengan merujuk pada aspek Geografi, Geopolitik (Negara), wilayah Administratib (Pemerintah daerah) serta konten lain seputar Kota Balikpapan. Saat ini Anda baru saja membaca artikel berjudul : Upacara Erau Kaltim (1).
Share Artikel

Artikel Terkait