Upacara Erau Kaltim (3)
Upacara Erau Kaltim (3)
UPACARA MENGULUR NAGA
Riwayat singkat Naga Erau.
Didalam Legenda rakyat Kutai diriwayatkan bahwa di kampung Melanti, Hulu Dusun berdiamlah sepasang suami isteri, yaitu petinggi hulu Dusun dan Isterinya bernama Babu Jaruma. Usia mereka sudah cukup lanjut dan belum juga mempunyai keturunan. Mereka selalu memohon kepada Dewata agar di karuniai anak sebagai penerus keturunannya. Suatu hari keadaan alam menjadi sangat buruk, hujan turun dengan sangat lebat selama tujuh hari tujuh malam, tak seorangpun penduduk hulu Dusun yang berani keluar rumah. Pada hari ketujuh, Petinggi Hulu Dusun dan isterinya Babu Jaruma pergi kedapur untuk memasak, namun ternyata kayu bakar untuk memasak sudah habis, sedangkan untuk keluar rumah tidak mungkin, karena takut kalau disambar petir. Akhirnya diputuskan untuk mengambil salah satu kasau atap rumahnya untuk di jadikan kayu api. Ketika kayu kasau itu di belahnya, dia terkejut ketika melihat didalamnya ada seekor ulat kecil sedang melingkar dan memandang kepada petinggi dengan matanya yang halus, seakan-akan minta di kasihani dan di pelihara.
Pada saat ulat itu diambil petinggi, keajaiban alam pun terjadi, Hujan yang tadinya lebat disertai guntur dan petir selama tujuh hari tujuh malam, seketika itu juga menjadi reda dan hari menjadi terang benderang, matahari memancarkan cahayanya dengan panas dan segar. Ulat kecil tadi dipelihara oleh Babu Jaruma dengan baik, kemudian ulat itu setiap harinya selalu membesar dan akhirnya menjadi seekor naga.
Suatu malam petinggi Hulu Dusun bermimpi bertemu seorang puteri yang jelita. Puteri itu berucap : "Bapak dan Ibu gak usah takut dengan ananda, meskipun ananda sudah besar dan menakutkan orang didesa ini. Izinkan ananda untuk pergi, buatkanlah ananda sebuah tangga agar bisa meluncur ke bawah". Pagi harinya, maka di buatkanlah tangga oleh petinggi, terbuat dari kayu lampong dan anak tangganya dari bambu yang di ikat dengan akar belimbing.
Ketika naga itu bergerak akan turun, kemudian terdengar pula suara puteri yang pernah didengar petinggi didalam mimpinya semalam. "Bilamana ananda telah turun ketanah, maka hendaknya ayah dan bunda mengikuti kemana saja ananda merayap, disamping itu ananda minta agar ayahnda membakar wejan hitam serta taburilah aku dengan beras kuning. Jika aku merayap sampai kesungai dan menenggelamkan diriku kedalam air, maka ananda harapkan agar ayahanda dan bunda mengiringi buihku".
Sang nagapun merayap menuruni tangga itu sampai ke tanah, selanjutnya menuju kesungai dengan di iringi oleh petinggi dan isterinya, sesampainya naga itu di sungai, berenanglah sang naga berturut-turut tujuh kali kehulu dan tuh kali ke hilir, kemudian berenang ke Tepian Batu.
Di Tepian Batu, sang naga berenang kekiri tiga kali dan kekanan tiga kali, akhirnya dia menyelam. Ketika sang naga menyelam, timbullah angin topan yang dahsyat, air bergelombang, hujan guntur dan petir bersahut-sahutan. Perahu yang ditumpangi petinggi kemudian di kayuh ketepi. Kemudian ketika cuaca menjadi terang, matahari timbul, hanya disertai rintik-rintik sedikit, petinggi dan isterinya menjadi heran, kemanakah sang naga tadi ?. Tiba-tiba saja air sungai Mahakam penuh dengan buih. Pelangi menumpukkan warna-warninya kebuih yang menggelembung meninggi dari permukaan air. Babu Jaruma melihat seperti ada Kumala yang bercahaya berkilau-kilau, merekapun mendekati gelembung buih yang bercahaya tadi, alangkah terkejutnya mereka, karna ditumpukan buih itu terdapat seorang bayi perempuan yang terletak diatas sebuah gong. Gong itu kemudian meninggi dan tampaklah seekor naga sedang menjunjung gong tersebut. Semakin gong dan naga itu meninggi naik keatas permukaan air, terlihat seekor lembu yang menjunjung naga itu. Lembu itu berpijak diatas sebuah batu. Lembu itu adalah Lembu Suwana. Perahu petinggi segera merapat ketepi batu, kemudian batu itu tenggelam beserta lembu suwana dan naga, hingga akhirnya yang tertinggal hanyalah gong yang berisi bayi.Gong dan bayi itu segera diambil oleh Babu Jaruma, kemudian dibawa pulang.
Bayi itu dipelihara dengan suka cita. Setelah genap tiga hari maka putuslah tali pusatnya dan sesuai dengan mimpi yang ditujukan kepadanya agar bayi itu diberi nama Puteri Karang Melenu. Kelak setelah dewasa kedua anak dewa ini akan bertemu, yaitu : Aji Batara Agung Dewa Sakti dari Jahitan Layar dengan Puteri Karang Melenu dari Hulu Dusun yang kemudian menjalin perkawinan dan melahirkan seorang putera yang bernama Aji Batara Agung Paduka Nira.
Demikian sekilas mitos tentang ceritera keberadaan binatang mitos Naga, sebagai simbol kesucian dalam upacara belimbur untuk mengenang kehadiran Puteri Karang Melenu yang merupakan ibu suri dari keturunan raja-raja Kutai Kartanegara.
UPACARA MENGULUR NAGA DAN BELIMBUR.
Naga dibuat dari kerangka bambu, dengan ukuran panjang 31,5 meter. Kepalanya terbuat dari kayu lempong (sesuai dengan riwayatnya), berikut ekornya juga terbuat dari kayu lempong. Setelah kerangka dan kepalanya terpasang menjadi satu dengan ekornya, kemudian tubuhnya di bungkus dengan kain kuning dan diberi sisik warna-warni. Lekuk badan naga tersebut ada 5 atau 7 lekukan, tergantung panjang naga yang akan di buat. setelah itu, pada bagian bawah badan naga, dipasang kayu sebagai kaki untuk mendirikan naga tersebut.
Naga yang dibuat, dipersiapkan untuk di ulur di Kutai Lama, sebanyak dua ekor, dengan ukuran besar dan panjang yang sama. Kedua naga tersebut diletakkan disisi kanan dan kiri Keraton/Istana, sejak awal Erau di mulai. Pada saat hari penguluran naga, dipersiapkan para Dewa, Pangkon dan Dewa Belian untuk mengiring naga tersebut turun dari Keraton/Istana menuju dermaga dan kemudian diletakkan diatas kapal yang sudah dipersiapkan.
Setelah naga berada diatas kapal dan sebelum diberangkatkan ke Kutai lama, terlebih dahulu diadakan Upacara Beluluh kepada para sesepuh/pejabat yang di Erau kan. Mereka didudukkan diatas balai tambak Karang kemudian disawai di tepong tawari oleh dewa atau petugas adat. Seorang pangkon atau dewa yang membawa air tuli kemudian menyerahkan tempat air tersebut kepada sesepuh atau pejabat yang di erau kan untuk memercikkan air tuli tersebut kepada yang hadir pada saat itu, sebagai tanda di mulainya Belimbur. dimulailah pelaksanaan belimbur dengan bersiram-siraman air, sementara gamelan di bunyikan dan kapal motor yang membawa naga di berangkatkan.
Disepanjang jalan sungai gamelan terus menerus di bunyikan hingga sampai di Desa Kutai Lama. Di Kutai Lama tersebut dibawa secara bolak-balik sebanyak 7 kali ke hulu dan 7 kali ke hilir, sebagaimana diriwayatkan dalam legenda Kutai. Setelah dibawa berputar kekiri dan kekanan dari tepian batu, kemudian perlahan-lahan naga tersebut diturunkan ke sungai Mahakam. Pada saat itu, masyarakat yang hadir disekitar upacara, biasanya mereka mendatangi naga tersebut dan berebut-rebutan untuk mengambil kain pembalut/bungkus naga. Seorang petugas/pangkon memotong kepala dan ekornya yang terbuat dari kayu lempong. Kepala dan ekor naga tersebut dibawa kembali ke Keraton/Istana untuk disimpan dan akan dipergunakan kembali pada erau yang akan datang. Bila waktu sudah menunjukkan pukul 18.00, maka semua kegiatan belimbur, besiram-siraman air sudah dihentikan dan berakhir. dengan demikian maka berakhirlah seluruh kegiatan Erau.
Bagi remaja muda-mudi kesempatan belimbur tersebut di manfaatkan untuk saling berkenalan dan mencari pasangan yang kelak mungkin akan berujung pada perjodohan.