Informasi yang ada, diperoleh dari yupa/ Prasasti dalam upacara pengorbanan yang berasal dari abad ke - 4. Ada tujuh buah Yupa yang menjadi sumber utama bagi para ahli dalam menginterprestasikan sejarah Kerajaan Kutai.
Yupa adalah tugu batu yang berfungsi sebagai tugu peringatan yang di buat oleh para Brahmana atas kedermawanan Raja Mulawarman. Dalam Agama Hindu, sapi tidak disembelih seperti kurban yang dilakukan oleh umat Islam. Dari salah satu yupa tersebut di ketahui bahwa raja yang memerintah Kerajaan Kutai saat itu adalah Mulawarman. Nama-nya dicatat dalam Yupa karna kedermawanannya menyedekahkan 20.000 ekor sapi kepada Kaum Brahmana. Dapat di ketahui bahwa menurut buku Sejarah Nasional Indonesia II. Zaman kuno yang di tulis oleh Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, yang diterbitkan oleh Balai Pustaka, halaman 36, transliterasi prasasti diatas adalah sebagai berikut :
"Sang Maha Raja kudungga, yang amat mulia, mempunyai putera yang mashur, Sang Aswawarman namanya, yang seperti Angsuman (Dewa Matahari) menumbuhkan keluarga yang sangat mulia. Sang Aswawarman mempunyai putera tiga, seperti Api (yang suci). Yang terkemuka dari ketiga putera itu ialah sang Mulawarman, raja yang berperadapan baik, kuat dan kuasa. Sang Mulawarman telah mengadakan kenduri (selamatan yang dinamakan)emas - amat - banyak. Untuk peringatan kenduri itulah tugu batu ini didirikan oleh para Brahmana.
MULAWARMAN.
Mulawarman adalah anak Aswawarman dan cucu Kudungga. Nama Mulawarman dan Aswawarman sangat kental dengan pengaruh Bahasa Sangsekerta, bila dilihat dari cara penulisannya. Kudungga adalah pembesar dari Kerajaan Campa (Kamboja) yang datang ke Indonesia. Kudungga sendiri diduga belum menganut agama Budha.
ASWAWARMAN
Aswawarman adalah anak raja Kudungga. Ia juga diketahui sebagai pendiri dinasti Kerajaan Kutai, sehingga diberi gelar Wangsakerta, yang artinya pembentuk keluarga. Aswawarman memiliki 3 orang putera, dan salah satunya adalah Mulawarman. Putera Aswawarman adalah Mulawarman. Dari yupa diketahui bahwa pada masa pemerintahan Mulawarman, Kerajaan Kutai mengalami masa keemasan. Wilayah kekuasaannya meliputi hampir seluruh wilayah Kalimantan Timur. Rakyat Kutai hidup sejahtera dan makmur. Kerajaan Kutai seakan-akan tak tampak lagi oleh dunia luar karena kurangnya komunikasi dengan pihak asing, sehingga sangat sedikit yang mendengar namanya.
Kerajaan Kutai berakhir saat raja Kutai yang bernama Maharaja Dharma Setia tewas dalam peperangan ditangan Raja Kutai Kartanegara ke - 13, Aji Pangeran Anum Panji Mendapa. Kutai waktu itu adalah Kutai Martadipura dan berbeda dengan Kerajaan Kutai Kartanegara yang saat itu ibukotanya di Kutai Lama (Tanjung Kute). Kutai Kartanegara inilah, di tahun 1365, disebut dalam sastra Jawa Negara Kertagama. Kutai Kartanegara selanjutnya menjadi kerajaan islam. Sejak tahun 1735 Kerajaan Kutai Kartanegara yang semula rajanya bergelar Pangeran, berubah menjadi bergelar Sultan (Sultan Aji Muhammad Idris), hingga kini sekarang disebut Kesultanan Kutai Kartanegara.
NAMA-NAMA RAJA KUTAI
- Maharaja Kudungga, gelar anumerta Dewawarman (Pendiri)
- Maharaja Aswawarman (anak Kudungga)
- Maharaja Mulawarman (anak Aswawarman)
- Maharaja Marawijaya Warman
- Maharaja Gajayana Warman
- Maharaja Tungga Warman
- Maharaja Jayanaga Warman
- Maharaja Nalasinga Warman
- Maharaja Nala Parana Tungga
- Maharaja Gadingga Warman Dewa
- Maharaja Indra Warman Dewa
- Maharaja Sangga Warman Dewa
- Maharaja Candra Warman
- Maharaja Sri Langka Dewa
- Maharaja Guna Parana Dewa
- Maharaja Wijaya Warman
- Maharaja Sri Aji Dewa
- Maharaja Mulia Putera
- Maharaja Nala Pendita
- Maharaja Indra Paruta Dewa
- Maharaja Dharma Setia.
Nama Maharaja Kudungga oleh para ahli sejarah di tafsirkan sebagai nama asli orang Indonesia yang belum terpengaruh dengan nama budaya India, Sementara puteranya yang bernama Aswawarman, diduga telah terpengaruh budaya Hindu. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa kata warman berasal dari bahasa Sangsekerta. Kata itu biasanya digunakan untuk akhiran nama-nama masyarakat atau penduduk India bagian Selatan.