Disebelah timur Kota Samarinda, lebih kurang setengah jam perjalanan, terdapat sebuah keramat. Keramat itu merupakan sebuah kuburan, terletak disungai kecil yang bernama sungai Kerbau. Banyak orang berkunjung ketempat itu, lebih-lebih pada hari libur. Di antara pengunjung itu ada yang datang hanya untuk bersantai atau sekedar melepaskan lelah, tetapi banyak pula yang memang berkunjung untuk bernazar atau menunaikan niatnya. Pengunjung Keramat Sungai Kerbau ini kebanyakan warga negara keturunan Cina. Dahulu di area kuburan tersebut banyak sekali di diami oleh kera. Kata orang, apabila kita bernazar, kera-kera itu turun dari pohon dan berkerumun diantara kita dan hal ini di yaqini bahwa niat akan terkabulkan.
Apa keganjilan kuburan itu sehingga di keramatkan ?
Menurut cerita orang-orang tua, dahulu kala kuburan itu terletak di pinggir kali Mahakam. Anehnya kuburan itu berpindah-pindah dengan sendirinya, naik keatas hingga sampai di Sungai Kerbau, menurut mereka yang percaya kepada yang gaib-gaib, kuburan itu akan berpindah lagi, naik kebukit kecil ditepi sungai hal inilah yang menjadi penyebab sehingga kuburan ini di keramatkan. Jalan yang menuju kekuburan itu dibuatkan jembatan yang terbuat dari kayu ulin. Kabarnya jembatan itu di buat oleh mereka yang terkabul niatnya.
Bagaimana asal usul cerita kuburan keramat itu dan siapa yang terkubur disitu ?
Konon beberapa abat yang silam, sebelum bangsa Belanda berkuasa , berdirilah sebuah kerajaan. Kerajaan itu bernama Kutai Kartanegara (Kutai II). Ibu kotanya terletak tidak jauh dari muara Mahakam, namanya Kutai Lama. Salah satu dari rajanya yang pernah memerintah, mempunyai cita-cita yang tinggi dan kemauan yang besar. Ia bermaksud mempersatukan kerajaan-kerajaan kecil di udik sungai Mahakam,. bersatu dengan kerajaan Kutai Kartanegara. Cita-citanya terkabul. Kerajaan Kutai Kartanegara (I) di Muara Kaman. Kerajaan Kota Bangun, Kepala Suku Tunjung dan Gahau serta beberapa kepala suku di pedalaman mengakui kekuasaan sang raja. Setiap tahun raja-raja kecil itu mengantar upeti kepada raja Kutai Kartanegara, sehingga lama-kelamaan kerajaan itu menjadi kaya dan makmur. Kekayaan yang melimpah ruah itu membuat baginda raja hendak memperindah kota Kutai Lama. Maka didirikanlah sebuah istana yang besar dan megah, dikelilingi tembok yang tinggi. Diluar tembok, dibangun rumah-rumah besar, tempat berdiamnya pembesar istana. Rumah-rumah rakyat diperbaiki dan di pugar.
Setelah seluruh bangunan itu selesai, Baginda raja memanggil semua pembesar ke istana, Sang raja pun bersabda : " Pamanda Mangkubumi, sekarang istana dan segenap bangunan kota sudah siap. Aku bermaksud hendak memperindah istana. bagaimana pemikiran pamanda?". "Ampun Tuangku, menurut pendapat patih, seluruh istana tuanku yang telah selesai dibangun, sudah sangat indah dan megah, tiada taranya diseluruh kerajaan yang ada di Kalimantan ini, hanya jika tuanku setuju untuk membuat istana ini menjadi lebih indah lagi, maka tembok istana, pintu gerbang, pintu dan jendela serta ruang istana hendaknya dihiasi dengan ukir-ukiran, sehingga kelihatan akan lebih megah lagi", jawab Patih kerajaan. "Pendapat pamanda itu benar sekali, untuk itu carikan aku ahli ukir diseluruh negeri ini, dari segenap suku dari rakyatku orang Kutai, orang Kenyah, orang Tunjung, orang Bahau dan orang Modang.
Singkat cerita, maka dikirimlah utusan dari tanah jawa, dua bersaudara ahli ukir yang dikirim oleh raja Yogyakarta, abdi dalam keraton yang memang sudah biasa mengukir di istana. Tidak mengherankan jika ukirannya sangat indah, ruang istana di ukir dan dihiasi dengan ukiran ciptaannya sendiri, perpaduan antara seni ukir Jawa dan unsur-unsur ukir kutai dan seni rakyat pedalaman (Seni ukir suku Bahau, Kenyah dan Tunjung). Konon dalam waktu sangat singkat, seolah-olah di bantu oleh kekuatan gaib, maka seluruh pekerjaan dapat diselesaikan dengan sangat baik, Sang rajapun takjub melihat keterampilan dua bersaudara tersebut. Sebagai penghargaan, ahli ukir itu diberi hadiah, selain itu kedua bersaudara itu di izinkan tinggal didalam lingkungan istana bersama-sama dengan keluarga raja. Perhatian dan penghargaan raja semakin bertambah oleh karena keduanya tahu adat barajat dan tata krama istana.
Pada masa pemerintahan Maharaja Sultan Kutai ke- III (1340 - 1370) terjadi perebutan kekuasaan, Nasib malang menimpa kedua saudara ahli ukir itu. Sikap ramah, penghargaan dan pemberian hadiah di anggap sangat berlebihan. Keduanya lalu hendak disingkirkan dari istana dengan mengadakan penuduhan bahwa kedua saudara ahli ukir itu telah mengadakan perbuatan yang tidak senonoh dengan dayang-dayang istana. Pada suatu malam yang gelap gulita, bulan dan bintang tidak bersinar di langit, hujan rintik pun turun, kedua ahli ukir yang telah berjasa memperindah istana kemudian ditawan dan dibunuh. Salah satu dari dua bersaudara itu dapat meloloskan diri dengan jalan yang ajaib. Ia mempunyai ilmu siluman (Hilang dari pandangan mata) saat di bunuh ia sempat berucap " Sepuluh hancur, sebelas jadi alas".
Menurut tafsir dari orang yang percaya pada ramalan, kelak pada masa pemerintahan raja ke 10. Kutai Lama akan hancur dan pada pemerintahan raja ke - 11, ibukota kerajaan akan menjadi alas atau hutan. Kenyataannya memang benar terjadi, Kutai Lama hancur oleh perampok dari Solok Filipina Selatan, dan kemudian ibu kota kerajaan menjadi alas. Hingga kini kota itu menjadi kota kecil.
Mayat sang ahli ukir dibuang sesungai, namun ajaib mayat tersebut hanyut mudik ke muara sungai Kerbau dekat dengan kota Samarinda. Orang menemukannya dan menguburkannya ditepi sungai Mahakam. Konon kuburannya naik, menjauhi Mahakam hingga sekarang berada di sungai Kerbau, agak jauh dari muaranya. Makamnya di keramatkan orang, banyak yang menziarahinya terutama warga negara keturunan Cina.